Sabtu, 17 Desember 2011

“BALI SHANTI”




Pusat Pelayanan dan Pengembangan Adat/Kebudayaan  Bali
(Centre for Balinese Culture Services and Development )

            Universitas Udayana telah menetapkan kebudayaan sebagai pola ilmiah pokok yang mengisyaratkan betapa pentingnya wawasan kebudayaan dalam setiap kebijakan pengembangan keilmuan. Bertumpu pada kebudayaan sebagai pola ilmiah pokok, maka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan akan disertai pula dengan peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk berbudaya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semestinya menjadi indikasi bagi tingkat kemajuan kebudayaan manusia, bukan justru menjadi bumerang  yang mengancam eksistensi kebudayaan  manusia.
            “Sejatinya, setiap masyarakat berhak atas kebudayaannya sendiri. Tak terkecuali masyarakat Bali dengan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu. Kebudayaan Bali merupakan salah satu dari enam ratus lebih kebudayaan kelompok etnik yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari segi luas wilayah geografis dan populasi pendukungnya, kebudayaan Bali hanyalah salah satu kebudayaan kelompok minoritas yang tumbuh dan berkembang di tengah hegemoni kebudayaan mayoritas di Indonesia. Namun demikian, keberadaan kebudayaan Bali ibarat sebutir mutiara yang kemilaunya mengagumkan dunia,” Demikian dituturkan Wayan P Windia Kepada Agro Indonesia di Bali akhir pekan lalu.


Keunikan budaya Bali yang dibentengi oleh desa adat dan  hukum adat Bali, telah melambungkan Pulau Bali sebagai daerah tujuan wisata yang cukup terkenal baik di kalangan wisatawan nusantara maupun mancanegara. Bagi Provinsi Bali, sektor pariwisata telah lama menjadi primadona penghasil devisa. Sumbangan sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah Bali dari tahun ke tahun terus meningkat mengungguli sektor-sektor lainnya. Namun demikian, ibarat peribahasa “ada gula ada semut”, gemerlapnya dunia kepariwisataan tidak saja menarik  minat para wisatawan untuk datang berkunjung, tetapi juga merangsang kehadiran kaum pendatang untuk berebut rezeki  di daerah ini. Di samping itu, fenomena krisis multi dimensi yang  melanda negeri ini secara berkepanjangan kian mendorong penduduk dari berbagai daerah untuk bermigrasi ke Bali.  Terlebih lagi memasuki era pasar bebas yang memberi kemudahan bagi orang asing untuk bekerja atau melakukan kegiatan usaha di Bali, dikhawatirkan akan menambah kompleksitas permasalahan di Bali.  
Nah, apa saja masalah-masalah yang dimaksud terkait dengan hukum internasional, hukum nasional dan  kesulitan dalam menciptakan keharmonisan antara kedua hukum tersebut dengan keunikan budaya Bali, desa adat dan hukum adat Bali? Berikut petikan wawancara Agro Indonesia dengan Prof  Wayan P Windia yang ternyata putra seniman besar Wayan pendet asal Desa Mas Ubud Bali.
Menurut pendapat anda bagaimana sebenarnya mengatasi masalah yang terkait dengan hukum internasional dan hukum nasional dalam  keharmonisan dengan budaya Bali?

Minggu, 30 Oktober 2011

IPTEK KULTUR IN VITRO

Agro Orchid Nursery UMM



Kultur In Vitro adalah budidaya dalam botol yang media tanamnya mengandung nutisi lengkap yang dibutuhkan tanaman.  Media in vitro memang merupakan media diperkaya yang memiliki kelengkapan nutrisi (hara makro, hara mikro, gula, air, dan agar) dan factor lingkungan (pH, Kelembaban, Kekentalan Media, Sterilitas) yang terukur.  Penggunaan botol sarana budidaya sesungguhnya dalam upaya  memenuhi budidaya yang lebih terkendali, karena nutrisi yang diperkaya dapat memancing pertumbuhan tumbuhnya organisme lain yang tidak kita inginkan seperti jamur, bakteri dll. 

Media MUS Siap Jual

Machudi (QC) Mengontrol Bibit

Teknologi ini paling banyak digunakan untuk pengembangan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti misalnya tanaman hias anggrek. Biji anggrek adalah biji yang tidak memiliki cadangan makanan, sehingga persentase perkecambahan biji secara alamiah di alam sangat rendah. Secara alamiah biji anggrek baru bisa berkecambah dan tumbuh ketika ada infeksi mikorhiza pada biji itu,  keduanya kemudian bersimbiosis tumbuh bersama. Persentase perkecambahan dengan cara simbiosis di alam  dilaporkan berkisar 2 – 3 % dan persentase perkecambahan  biji anggrek meningkat hingga berkisar 90% ketika ditumbuhkan dengan teknologi in vitro ini.

Adalah Untung Santoso prodikmas FLipMAS Legowo Jawa Timur yang  telah mengembangkan media MUS yang telah terbukti efektif mampu menumbuhkan berbagai anggrek langka asli Indonesia seperti Coelogyne pandurata (Anggrek Hitam, dari Kalimantan, Papua), Grammatophyllum scriptum (Anggrek Macan, Papua), Grammatophyllum speciosum (Anggrek Tebu, Papua), Phalaenopsis amboinensis (Bulan, Ambon), Dendrobium stratiotes (Anggrek Serdadu, Biak), Vanda limbata (Vanda, Flores), Vanda tricolor ( Jawa, Bali) dan lain-lain anggrek species lainnya maupun hibrida bentukannya. Juga telah digunakan untuk menumbuhkan anggrek-anggrek dari luar Indonesia seperti Catleya , Oncidium , Anggraecum, Cymbidium yang banyak tumbuh di daerah sub tropis. Melalui program IbIKK mulai tahun 2010 penerapan media ini telah mampu melahirkan nursery pembibitan anggrek botolan dengan nama 'Agro Orchyd Nursery' yang berada di lingkungan kampus 3 Universitas Muhammadiyah Malang.   

Media MUS juga sangat memungkinkan digunakan sebagai media kultur jaringan untuk mendapatkan tanaman yang relatif seragam (Meriklon). Sekarang sedang dikembangkan sebagai media Ex Vitro (media di luar botol) agar penerapannya lebih mudah dan murah, memungkinkan digunakan menumbuhkan bibit di daerah terpencil dengan sumberdaya yang terbatas. Sehingga kehilangan sumberdaya anggrek akibat pembalakan hutan bisa sedikit teratasi oleh masyarakat sekitar hutan itu sendiri. Bagi masyarakat yang ingin mengembangkan anggrek untuk tujuan apapun, baik konservasi, usaha pembibitan, hobies, bisa mengadopsi teknologi ini. 
Bibit Berlabel
Bibit Teraklimatisasi